A.    Evolusi Klasik
Prancis bisa merasa bangga bahwa telah melahirkan anak bangsa seperti Auguste Comte (1798-1857) yang kemudian dikenal sebagai sebuah ilmu yang mengkaji tentang masyarakat. Pemikiran Comte tentang perubahan masyarakat tersebut tertuang dalam teori evolusinya yang dikenal dengan hukum tiga tahap (law of the three stages). Teorinya mengungkapkan bahwa masyarakat mengalami perubahan melalui tiga tahap intelektual. Bahkan menurut Comte, tidak saja masyarakat yang mengalami perubahan melalui tiga tahap intelektual, tetapi juga pada tingkat individu, kelompok, komunitas, dan ilmu pengetahuan. Tahapan tersebut diawali dengan tahap teologis (theologiacl stage), tahap metafisik (metaphysical stage), kemudian tahap positivistik (positivistic stage).  
Sejalan dengan itu, Herbert Spancer (1820- 1903) mengemukakan bahwa evolusi sosial dapat dianalogikan seperti halnya makhluk hidup yang melakukan evolusi menuju tingkat yang lebih tinggi, selalu beradaptasi dengan lingkungan yaitu melalui tahap seleksi alam. Teorinya dikenal juga dengan teori Darwinisme sosial.
Evolusi Sosial Budaya menunjukkan suatu perkembangan kebudayaan dan masyarakat dari tingkat yang sederhana menuju tingkat yang kompleks dan tingkat-tingkat yang tetapi ini dilalui atau seharusnya dilalui oleh semua kebudayaan di dunia seperti dalam evolusi biologi dimana makhluk yang bisa bertahan hidup adalah makhluk yang paling cocok dengan lingkungan alamnya.
Evolusi kebudayaan (cultural evolution) menurut Koentjaraningrat (2002: 227) adalah proses perkembangan kebudayaan umat manusia pada umumnya dan bentuk-bentuk yang sederhana, hingga bentuk-bentuk yang makin lama makin kompleks. Dalam proses evolusi kebudayaan dapat dianalisis secara mikro (microscopic) maupun makro (macroscopic). Proses kebudayaan yang dianalisis secara mikro (mendetail) dapat memberi gambaran mengenai berbagai proses perubahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari suatu masyarakat. Proses evolusi sosial-budaya secaara macro adalah proses yang terjadi dalam waktu yang panjang. Di dalam ilmu antropologi proses ini hanya memperhatikan perubahan-perubahan besar yang terjadi.
Cara pandang evolusionisme yaitu mendeskripsikan unsur-unsur budaya universal dan pola perubahan yang teramati melalui mekanisme perbandingan kebudayaan yang hidup dan berkembang dalam entitas budaya. Untuk dapat melihat pola perubahan budaya dapat melalui metode komparasi (perbandingan), yaitu metode komparasi-sinkronik dan metode komparasi-diakronik.

Rumah Adat Batak Toba
Metode komparasi-sinkronik, peneliti meneliti dua entitas budaya yang berbeda dari satu komunitas yang sama dalam waktu bersamaan. Sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh E.M. Burner pada tahun 1958 terhadap kebudayaan Batak Toba pada masyarakat desa dan kota Medan. Hasilnya mayarakat desa dan kota sama-sama kuat memegang tradisi Batak ketika berhadapan dengan budaya lain di kota.
Masyarakat Tikopea Polinesia
Metode komparasi-diakronik, peneliti meneliti suatu kebudayaan dari entitas masyarakat tertentu pada satu waktu lalu dikaji lagi pada beberapa saat kemudian pada entitas yang sama. Seperti penelitian R.Firth pada komunitas Pulau Tikopea Polinesia pada tahun 1929, lalu dilakukan lagi 25 tahun kemudian. Hasilnya ada perubahan signifikan dari kebudayaan tradisional ke kebudayaan modern.